Artikel Mereka Juga Manusia

Judul Buku                  : Mereka Juga Manusia
Pengarang                   : Lucielle Lavender

Penerbit                       : PT. BPK GUNUNG MULIA, 1998

Buku ini menuliskan bagaimana penulis melihat tentang sosok seorang pendeta. Seringkali seorang yang telah melaukan keselahan dan diketahui bahwa ia adalah seorang anak dari pendeta, maka orang lain akan berpikiran bahwa seorang anak dari pendeta tidak pantas untuk melakukan hal-hal tersebut. Seringkali terbentuk suatu standar yang memnedakan antara seorang pendeta dengan kaum awam. Hal yang paling sering dilakukan oleh para kaum awam ialah selalu berharap akan apa yang mereka pikirkan untuk kepentingan mereka kepada pendeta tetapi mereka tidak melihat apa harapan dari seorang pendeta bagi para jemaatnya, hal ini merupakan suatu tekanan dari dalam yang sangat melemahkan gereja karena sikap dari para orang awam yang tidak bertanggung jawab.
            Menurut buku ini, seorang pendeta harus juga melepaskan perilaku mereka yang kuno dengan belajar menerapkan pada diri mereka sendiri apa-apa yang penuh kesungguhan telah mereka ajarkan kepada orang lain, mereka harus belajar menerima keadaan mereka, keadaan mereka sebagai manusia, kebutuhan-kebutuhan mereka, kekuatan dan kelemahan mereka serta mengatasi harapan-harapan atas diri sendiri yang mustahil. Para pendeta harus mengetahui dan mengereti harapan para jemaatnya tetapi mereka harus mengetahui keterbatasan mereka bahwa tidak mungkin untuk melakukan itu semua. Para umat Allah pun harus tahu bahwa sekalipun mereka berbeda dengan pendetanya pada fungsinya dalam Tubuh Kristus, namun jemaat semua terpanggil untuk suatu pengakuan, sikap dan pelayanan yang sama (1 Kor.12). Panggilan untuk melayani beraneka caranya pada tiap-tiap pribadi. Panggilan tersebut dapat beerupa cita-cita semasa kanak-kanak yang berkembang hingga dewasa, dapat pula seperti saat peristiwa paulus di Damaskus. Demikianlah orang yang dipanggil dan diutus oleh Tuhan, akan masuk kedalam sub-kultur besar dari makhluk yang berbeda dari manusia, yang kurang memiliki sifat manusia pada umumnya, dan tentunya makhluk sempurna.
            Seringkali pada umumnya orang awam memandang seorang pendeta yang telah diutus Tuhan adalah seorang “superman”. Jemaat memandang seorang pendeta harus selalu bersikap tidak tercela, rohaniah, sopan dan diplomatis. Jemaat memandang seperti itu pada seorang pendeta tetapi mereka boleh membuat hal-hal yang bertolak belakang dengan hal tersebut. Padahal seorang pendeta adalah seorang yang murni manusia bukan seorang yang memiliki kekuatan super. Ada juga respon lain terhadap pendeta, mereka bersimpati kepada seorang pendeta tetapi tidak memiliki kesadaran untuk meringankan pekerjaan seorang pendeta. Bagi mereka hal-hal yang rohani adalah tugas pendeta dan bukan tanggung jawab dari mereka.
            Penulis juaga menjabarkan dalam buku ini tentang pendeta wanita. Panggilan seorang wanita sering terjadi bukan karena mereka dengan aktif mencari pelayanan tetapi peristiwa dalam kehidupannya yang membelokan mereka kearah ini. Dalam langkah seorang wanita untuk menjadi pendeta, mereka juga mengikuti pendidikan dan setiap persyaratan untuk menjadi seorang pendeta. Harapan yang muncul dari para pendeta wanita adalah kemampuan dan karunia sebagai persenjataan lengkap yang digunakan dalam pelayanan kependetaan menunjukan visi para pendeta wanita terhadap gereja. Seringkali para pendeta ini suka untuk memimpin domba-domba mereka sendiri jika memukinkan, dan mereka menginginkan domba-domba ini berkembang baik dalam jumlah maupun dalam kerohanian mereka.
            Harapan-harapan yang muncul dari jemaat bagi para pendeta wanita adalah mereka mencari sebuah lingkungan masyarakat gereja yang suka memberi perhatian, dalam hal ini menekankan pada kenyataan tentang tugas pendeta wanitalah dalam menuburkan perumbuhan iman pribadi. Para jemaat juga memberikan komentar yaitu saat mendengarkan khotbah sang pendeta wanita “sungguh menggetarkan hati, penuh kuasa”.


Masalah-masalah yang sering muncul dalam pelaksanaan pelayanan sebagai seorang pendeta wanita adalah ahali sosiologi Edward Lehman, Jr., melaporkan bahwa, berdasarkan suatu penelitian yang dipimpinnya, lebih dari 90% anggota komisi penyaluran tenaga pendeta di seluruh Amerika sependapat bahwa ada ketidaksesuaian umum antara gambaran tentag seorang pendeta dan gambaran tentang seorang wanita menurut pandangan kebanyakan anggota gereja. Para eksekutif gereja-gereja denominasonal menemukan bahwa kaum wanita awam yang duduk dalam komisi penyaluran tenaga pendeta itu lebih enggan mempertimbangkan penyaluran para pendeta wanita daripada kaum pria. Para pendeta wanita ini juga mengungkapkan bahwa berkat pelayanannya sebagai seorang pendeta, membantu dia mengembangkan diri dari wanita yang suka bergantung menjadi manusia yang kuat. Manfaat lainnya adalah jemaatnya menjadi hebat.
Dalam buku ini juga membahas tentang kebutuhan dari seorang pendeta, seorang pendeta dalam pergaulannya, bagaimana keuangan seiorang pendeta, pendeta dengan istrinya, khotbah-khotbah dari seorang pendeta, gereja dari sang pendeta, Tuhan dari para pendeta serta Karunia-karunia yang para pendeta miliki dan para jemaat atau para orang awam miliki, karunia-karunia roh dapat dilihat dalam surat Roma 12:9-15, yang antara lain seperti: Bernubuat (Rom 12:9), Melayani (Rom 12:10), Mengajar (Rom 12:11), Menasehati (Rom 12:12), Memberi (Rom 12:13), Memimpin (Rom 12:12,14,16), Bernurah hati (Rom 12:15).“Di dalam Dia tumbuh seluruh bangunan, rapih tersusun, menjadi Bait Allah yang kudus, di dalam Tuhan (Efs.2:21)”.
  
KESIMPULAN
            Seorang pendeta adalah seorang manusia yang dipilih dan diutus oleh Tuhan untuk mengembalakan suatu jemaat. Dalam pelayanannya dia tidak terlepas dari rasa keinginan dia sebagai seorang manusia, kebutuhan sebagai seorang manusia dan sebagai seorang pendeta. Seorang pendeta harus menunjukan sesuatu yang baik bagi para jemaatnya dalam pergaulannya.
            Hal lain pergumulan seorang pendeta tidak terlepas dari gerejanya sendiri dan juga jemaatnya. Banyak anggota jemaat yang suka marah, ada yang suka menerima, ada yang suka memaksa orang lain, ada yang suka memanfaatkan gereja, ada yang disebut pencari kegairahan rohani, ada orang yang suka menyalahkan gereja, ada yang suka mengeluh, ada yang acuh tak acuh, Tanggung jawab yang sangat besar dibutuhkan oleh seorang pendeta untuk dapat mengatasi hal-hal ini dan membimbing kerohanian dari para jemaat ini agar mengalami perubahan.

Comments

Popular Posts