Renungan “ Keluarga “ sarana pembentukan kepribadian
“ Keluarga “ sarana pembentukan kepribadian
Amsal
27:17
Firman Tuhan ini
menjelaskan kepada kita besi bisa terbentuk menjadi alat yang berguna dan
bermanfaat bagi kepentingan manusia setelah melewati proses pembentukan lewat
proses alat dari besi lainnya.
Demikian juga manusia akan bermanfaat bagi kepentingan Tuhan / kerajaan
Allah kalau sudah melewati proses pembentukan, sarana pembentukan adalah sesama
manusia,bisa melalui K.T.B / Komsel, dimana manusia akan berinteraksi dengan
sesama manusia, bertemu dengan banyak orang yang berbeda karakter, berbeda
pandangan hidup, lewat sarana itu mereka akan saling mengasah dan mengasuh satu
dengan yang lainnya,sebaliknya kalau tidak mau diproses lewat sarana K.T.B atau
Komsel maka Jemaat tidak akan banyak mengalami proses pertumbuhan dalam
karakter dan Kepribadiannya, sehingga tidak bisa menjadi alat yang indah bagi
Kerajaan Allah. Roma 12:9-21 / Filipi 2:1-5.
Sarana pembentukan manusia untuk menjadi alat Tuhan yang baik dan paling
efektif adalah melalui rumah tangga karena mereka berkumpul setiap hari,
berinteraksi setiap hari, tidak ada yang bisa disembunyikan, segala watak
aslinya akan kelihatan semua, tidak bisa bermain sandiwara lagi, pembentukan
lewat K.T.B / Komsel hanya seminggu sekali, kalau seseorang mengerti akan hal
ini, rumah tangga adalah sarana pembentukan karakter (agar bisa jadi alat Tuhan
yang indah ), pasti cara pandangnya tentang sebuah rumah tangga akan berbeda,
sebab pada umumnya seseorang memiliki cara pandang tentang sebuah keluarga
adalah, asal saling mencintai, cukup umur, punya pekerjaan tetap, orang tua
merestui dan punya sarana – sarana yang dibutuhkan sudah cukup, maka siaplah masuk
dalam sebuah keluarga !
Prosesnya
kehidupan menuju sebuah keluarga biasanya melewati tahap – tahap seperti :
1.
Tahap Romantis
Seseorang yang
jatuh cinta biasanya membawa sejuta impian, puncak cintanya yang memabukkan itu
menghasilkan keputusan dalam hatinya “ menikah bersamanya adalah segala-galanya
bagiku “ biasanya perasan dan keputusan seperti itu karena memandang calonnya
itu adalah sumber kebahagiaan dalam hidupnya, pemenuhan hasrat emosinya, dan
ideal-ideal lainnya, memandang sidia cocok dengan selera hatinya dan menganalogikan
pasangan hidupnya sebagai “aku ranting dan dia adalah bunganya “ aku akuarium
dan dia ikan “ aku sakit dia adalah obatnya.”
2.
Tahap realistis
Setelah masuk
dalam rumah tangga dan tinggal bersama, mulailah menghadapi kenyataan “aku
begini dia begitu”, “aku kesini dia maunya kesitu”, “aku
mau ini dia maunya itu”, sehingga muncul pikiran
dalam hati bahwa pihaknya dengan sidia tidak cocok, maka muncullah dalam
pikiran: “aku sudah tidak ada cocoknya”, “aku dan dia terlalu berbeda”, “ ku dan dia selalu
bertolak belakang.”
Setelah berlalunya waktu dan setelah melewati
usaha panjang yang melelahkan untuk mengubahkan pasangan hidupnya, kedalam “ rupa
dan gambar dirinya “ ( menurut selera hatinya gagal), akhirnya disadarkan bahwa
pasangan hidupnya tetap tidak bisa berubah seperti yang diinginkannya maka
muncul kesimpulan dalam hatinya :
“dia tidak memenuhi hasratku”, “dia
bukan idealku”, “dia bukan perluasan kebahagiaanku”, Maka berubahlah cara
pandang terhadap pasangan hidupnya: “aku
bunga dia ulatnya”, “aku ikan dia penggorenganku”, “aku sakit dia adalah
virusnya”.
3.
Tahap marah dan menyesal
Tahap ini adalah
tahap dimana segala perasaan indah yang ada pada masa jatuh cinta dan awal
pernikahan semua hilang, suka cita berubah jadi depresi, fantasi berubah jadi
frustasi, hubungan dua angsa yang sedang berenang didanau berubah jadi hubungan
tikus dengan kucing, masing-masing merasa terjebak di jalan yang salah ketika
mengambil keputusan untuk memilih pasangan hidupnya, timbul perasaan “aku sudah
salah pilih,”
“aku menyesal”, “aku tertipu”,dll.
4.
Tahap reorientasi
Krisis dalam
ikatan perkawinan itu akan membawa pasangan suami istri kepersimpangan jalan
untuk memutuskan perceraian, atau tetap tinggal satu atap, tetapi hidup sendiri
sendiri secara paralel,seperti rel kereta api kelihatannya sejalan tetapi ada
kayu yg membatasinya ada sebuah garis batas untuk tidak saling melewati jaga
jarak tidak mau melewati apa yang tidak disukai pasangan hidupnya berusaha
untuk tidak dilanggar karena bosan cekcok terus menerus disini kasih penuh
kepalsuan.
Itulah realita sebuah kehidupan banyak rumah
tangga tetapi ternyata banyak anak Tuhan juga mengalami seperti itu, sehingga
ketika memasuki sebuah rumah tangga banyak yang kaget dan bingung menghadapi kondisi
yang jauh dari impiannya.
melalui Amsal 27
: 17 ini seharusnya sebagai anak Tuhan tahu semua perbedaan itu adalah :
1.
Sarana untuk masing-masing
menyelaraskan bagaimana hidup bersama, saling asah asih dan asuh satu dengan
yang lainnnya bukan saling menuntut satu dengan yang lainnya.
2.
Rumah tangga adalah sarana pembentukan
karakter sehingga bisa memiliki kepribadian yang baik seperti yang Tuhan
rencanakan bagi hidupnya, tidak terus menerus menonjolkan kepentingan akunya
tetapi hidup untuk memikirkan kepentingan pasangan hidupnya melalui koridor saling
menghormati kelebihan dan menghargai kelemahan masing-masing. ( Aku dan engkau,
bukan aku dan aku )
Kehidupan dalam sebuah rumah tangga sesungguhnya
tidak lagi semata-mata untuk mencari kebahagiaan sesuai dengan idealisme /
impiannya dengan memaksakan kehendak diri sendiri kepada pasangan hidupnya tetapi
menciptakan kebahagiaan bersama. dengan :
·
Berusaha dahulu mendahului
untuk menyenangkan, bukan menuntut disenangkan
·
Saling melayani dan menghargai
pasangan hidupnya bukan menuntut pasangan hidupnya untuk mengikuti selera dan
kehendak diri sendiri.
·
Berusaha menciptakan suasana
yang penuh suka cita dan damai sejahtera dirumah tangganya, dan tidak menuntut
pihak lain yang mengupayakan lebih dulu.
Sekarang kita melihat peranan suami dan istri yang Tuhan tetapkan dalam
Efesus 5:25-27 kita lihat bagaimana peranan seorang istri maupun peranan
sebagai suami dalam sebuah keluarga:
1.
Sebagai istri tunduk dan hormat
kepada suaminya, pemegang otoritas dalam rumah tangga juga bertanggung jawab
mengatur rumah dan membantu pendidikan anak-anaknya. Seperti Jemaat tunduk
kepada Kristus sebagai kepala Gereja.
2.
Sebagai suami melakukan
tanggung jawab untuk mengasihi,melindungi, dan mencari nafkah bagi kebutuhan
keluarganya, seperti Kristus mengasihi Jemaat-Nya tanpa batas !
Dan ketika pasangan hidup tidak melakukan
bagiannya seperti yang Firman Tuhan katakan, kita tetap melakukan bagiannya
dengan prinsip melakukan bagian yang Tuhan sudah tetapkan demi perintah Tuhan
yang mengharuskan dirinya memerankan bagiannya, tanpa menuntut pasangan
hidupnya melakukan bagiannya dulu, sebab Tuhan itu adil pasti akan menghukum
seseorang yang tidak melakukan bagiannya dengan setia dan benar. Kolose 3:23-25.
Kalau prinsip kehidupan sebuah rumah tangga sesuai Firman Tuhan ini
dilakukan maka pandangan hidup dalam rumah tangga adalah :
1.
Sarana pembentukan karakter dan
kepribadian agar hidupnya bisa menjadi kesaksian bagi Kerajaan Allah dan
memuliakan nama Tuhan.
2.
Kebahagaiaan bukan dituntut
dari pasangan hidupnya tetapi diciptakan bersama dengan cara saling asih, asah dan
asuh.
3.
Sebagai umat yang takut akan
Tuhan,pasti melakukan peranan sesuai dengan yang Tuhan sudah tetapkan tanpa menuntut
pasangan hidupnya juga harus melakukan bagiannya, lebih dulu.
Maka keluarga
yang bahagia dan harmonis akan menjadi bagian dalam hidupnya. – Amin -
Comments
Post a Comment